Dulu pernah ada seorang keturunan Tionghoa yang tinggal di kampung Lewolere Larantuka. Ia biasa dipanggil baba Como oleh warga sekitar. Ayah saya yang seorang anggota Konfreria ditugaskan oleh pastor Paroki Gereja St. Ignasius Waibalun, Pater Hendrikus Motter untuk mengajarkan Agama Katolik kepada baba Como. Alasannya karena beliau ingin masuk Katolik.
Lalu tiba saatnya bagi baba Como untuk dipermandikan dan akan menerima komuni pertama karena dianggap sudah cukup pendidikan agamanya. Tradisi sebelum permandian, katekumen diharuskan mengaku dosa terlebih dahulu. Tetapi ketika disampaikan kepada baba Como agar mengaku dosa, dia menjawab: saya tidak punya dosa. Dosa apa yang harus saya ucapkan saat pengakuan?
Ayah saya mencoba menjelaskan, mungkin baba pernah marah atau benci sama orang. Dia menjawab, saya tidak pernah marah dan membeci orang. Memang jika dilihat tampilannya sehari-hari baba Como sangat lugu dan tidak pernah bertengkar dengan orang lain.
Terpaksa ayah saya berkonsultasi dengan pastor paroki. Pastor paroki pun menyatakan, baba Como tidak perlu pengakuan dosa.
Setiap manusia entah beragama atau tidak, secara kodrat pasti tahu mana yang dosa dan mana yang tidak. Dengan demikian jarang sekali orang Katolik menanyakan kepada pastor tentang apakah suatu perbuatan termasuk dosa atau tidak. Apalagi menanyakan tentang hal yang berkaitan dengan iman dan kepercayaan orang lain.
Ajaran Katolik adalah Cinta Kasih, musuh pun harus dikasihi. Tidak membalas kejahatan dengan perbuatan yang sama. Tidak pernah merasa superior kebenaran iman Katolik dan menganggap agama yang lain berhala.
Setiap pribadi lewat suara hatinya sudah dapat mengukur perbuatan mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan menurut Agama Katolik, bukan dari apa kata pastor. Masuk surga atau tidak ditentukan oleh pribadi masing-masing dalam mengimplementasikan ajaran agamanya. Tidak ada jaminan masuk surga hanya dengan mendengar kotbah. Perjuangan untuk masuk ke surga melalui jalan yang sempit. Sesunggunya ada orang yang terakhir menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir (penggalan Injil Minggu ini).
Baba Como adalah orang yang lebih kemudian masuk Katolik. Ia tidak dari lahir sudah menganut Katolik tapi selama hidupnya, sejak sebelum dan sesudah beragama Katolik, dia selalu menjalankan nilai-nilai ajaran agama dg baik.
Justru orang-orang seperti ini yang lebih berhak masuk surga daripada mereka yang selalu menganggap dirinya paling dekat dengan Tuhan. Kedekatan yang ibaratnya selalu makan dan minum di hadapan Tuhan. Selalu menyaksikan ajaran Tuhan, tapi perilakunya tidak religius. Sermo malus multum nocet (khotbah yang tidak pantas merugikan banyak hal). [Teks: Pieter Hadjon]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar